DESEMBER 2015, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan
memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN
Free Trade Area (AFTA) yang merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi
500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN IV di Singapura 1992. Awalnya AFTA ditargetkan merupakan wujud dari
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan
dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun
(1993-2008). Kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat
lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For
ASEAN Free Trade Area (CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk
mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah
adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai
Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, dan
Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Produk yang dikategorikan dalam General Exception
adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan ke dalam CEPT
- AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi
manusia, binatang, dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi
dan budaya.
Indonesia mengkategorikan produk-produk dalam
kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68
pos tarif sebagai General Exception.
Manfaat dan Tantangan AFTA Bagi Indonesia
Manfaat:
- Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
- Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
- Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
- Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan:
- Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
Sumber Daya Manusia Indonesia
Sebetulnya dengan sisa waktu yang hanya sekitar satu
tahun, bukan waktunya lagi mempertanyakan kesiapan Indonesia menghadapi
AFTA. Siap atau pun tidak siap, Indonesia tidak bisa lari dari kenyataan
penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara mulai Desember 2015.
Tidak banyak waktu lagi untuk melakukan pembenahan, kurang dari setahun.
Sementara kondisi di lapangan, benar-benar belum siap, belum memiliki dasar
untuk dikatakan siap. Banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah dan harus segera
diselesaikan, karena akan menghambat dan menjatuhkan Indonesia dalam persaingan
global yang sangat ketat.
Khususnya kompetensi sumber daya manusia,
Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara penggagas AFTA
lainnya, misalnya kendala bahasa untuk dasar komunikasi.
Indeks kompetensi yang dikeluarkan oleh World
Economic Forum pada 2013, Indonesia menempati urutan ke-50, rendah dari
Singapura, Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Kompetensi sumber daya
manusia Indonesia yang rendah terjadi karena faktor-faktor yang saling
berkaitan seperti: tenaga kerja dan atau tenaga profesi yang tidak memiliki
kualifikasi; minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi; belum sesuainya
kurikulum di sekolah menengah untuk keahlian profesi; serta sumber daya manusia
di Indonesia yang sangat berlimpah namun belum dioptimalkan oleh pemerintah.
Sehingga dikatakan belum siap menghadapi persaingan tenaga kerja dalam rangka
pelaksanaan AFTA 2015, karena tenaga kerja Indonesia tidak banyak yang mampu
memenuhi standar kualifikasi yang dibutuhkan, akan selalu meningkat karena persaingan
kemampuan, keterampilan, pengetahuan, maupun kemampuan berbahasa, antar tenaga
kerja negara-negara ASEAN.
Sesuai data BPS Agustus 2013, pengangguran terbuka di
Indonesia mencapai 6,25 persen, dan angkatan kerja di Indonesia saat itu
mencapai 118,2 juta orang. Juga masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana
yang menganggur, sangat mencengangkan dan memprihatinkan. Kalau sarjana saja
sulit mencari kerja, bagaimana lulusan SMA, SMP dan SD? Terlebih menjelang
diterapkannya AFTA 2015, ledakan pengangguran terdidik akan menjadi kenyataan.
Efek AFTA 2015 dipastikan banyak tenaga kerja dari
negara-negara ASEAN masuk ke Indonesia. Sedangkan Indonesia kebanyakan mengirim
tenaga kerja keluar negeri bukan sebagai tenaga ahli, melainkan tenaga kerja
seperti pembantu rumah tangga, sopir, dan pekerja kasar di pabrik-pabrik,
perkebunan atau di rumah tangga. Sementara negara lain mengirim tenaga kerja
yang terdidik dan terlatih sehingga dia bekerja pada posisi sebagai manajer
atau tenaga ahli di Indonesia.
Solusi Untuk Pembenahan SDM
Yang menjadi benang merah sekarang ini adalah
bagaimana caranya untuk siap menghadapi AFTA 2015? Pemerintah, baik
pemerintah daerah dan pusat harus bangun dari tidur pulas dan tanggap untuk
mempersiapkan masyarakatnya agar menjadi lebih siap dalam berbagai aspek untuk
menghadapi semua tantangan ini untuk dijadikan peluang menjadi lebih sejahtera
dan bermartabat.
Di waktu yang semakin sempit ini, ada banyak hal
penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa
memanfaatkan AFTA 2015 untuk kemajuan bangsa ini. Tentunya dengan harapan
pemerintah memahami prioritas masalah yang harus diselesaikan dan kekurangan
yang perlu ditingkatkan. Prioritas pemerintah saat ini maupun pemerintah yang
terpilih nanti, yaitu fokus untuk pembenahan SDM melalui perbaikan pendidikan
di Indonesia yang harus mendukung daya saing dan daya guna agar lulusan yang
dihasilkan bisa bekerja dan bersaing di perusahaan atau industri tidak hanya di
Indonesia tetapi juga negara lain.
Untuk meningkatkan kompetensi, pola pikir adalah aspek
penting yang perlu diperhatikan, khususnya pola pikir tenaga kerja harus mulai
disesuaikan dengan tren sesuai perkembangan jaman, antara lain pembelajaran
yang meliputi:
1. Mendorong untuk mencari tahu dari
berbagai sumber observasi; pembelajaran yang diarahkan untuk mampu merumuskan
masalah, bukan hanya menjawab masalah;
2. Melatih
berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis,
3. Menekankan
pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
Semua ini harus sudah mulai dibentuk sejak memasuki
dunia pendidikan tingkat tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi. Namun
demikian dibalik semua ini, sangat diharapkan agar Pemerintah harus menerapkan
aturan agar kepentingan warga dan kepentingan dari sesama anggota negara-negara
ASEAN tidak bersinggungan yang menyebabkan terjadinya masalah atau benturan.
Sumber: http://manadopostonline.com/m/berita/5408/AFTA-2015-Prdagangan-Bebas-dan-Kesiapan-SDM-Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar