Minggu, 28 Desember 2014

MORALITAS KORUPTOR





NAMA           :  IBNU AGUNG KURNIAWAN
KELAS          : 4EA17
NPM              : 13211430
TUGAS KE-  : 4 / ETIKA BISNIS #





 
ABSTRAK


Ibnu Agung Kurniawan. 13211430.

MORALITAS KORUPTOR. 

Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014.

Kata Kunci: Moralitas, Koruptor



Korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang untuk mengeruk keuntungan bagi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan sendiri. Seseorang yang melakukan korupsi berarti mereka telah mengambil sesuatu yang bukan hak nya untuk memperkaya diri sendiri. Mereka cenderung merasa tidak puas dengan apa yang telah di dapatnya sehingga muncul keinginan untuk mendapatkan sesuatu (baik uang maupun barang) yang lebih banyak lagi secara ilegal. Untuk itu setiap orang perlu mempunyai moralitas yang baik agar tidak melakukan hal-hal yang buruk seperti korupsi
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mengapa korupsi bisa terjadi dan mengapa sulit diberantas. Serta bagaimana dampaknya terhadap kegiatan bisnis dan siapa pihak yang harus bertanggung jawab.
Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan (library research) untuk mendapatkan data-data yang konkret untuk keperluan penulisan ini.









BAB I
PENDAHULUAN






1.1  Latar Belakang
       Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari terutama dalam kehidupan sosial, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Agar mempunyai acuan dalam bertindak atau melakukan perbuatan sehingga tidak melangar aturan dan norma-norma tersebut. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, jika seorang manusia tidak mempunyai moral maka dia akan dianggap buruk oleh masyarakat.
Salah satu tindakan yang menunjukkan kerusakan moral adalah korupsi. Korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang untuk mengeruk keuntungan bagi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan sendiri. Seseorang yang melakukan korupsi berarti mereka telah mengambil sesuatu yang bukan hak nya untuk memperkaya diri sendiri. Mereka cenderung merasa tidak puas dengan apa yang telah di dapatnya sehingga muncul keinginan untuk mendapatkan sesuatu (baik uang maupun barang) yang lebih banyak lagi secara ilegal.
Di Indonesia korupsi bukan merupakan hal yang baru, kasus korupsi di Indonesia yang sudah terjadi selama puluhan tahun berhasil diungkap satu per satu saat reformasi digulirkan pada 1998. Peristiwa 1998 ini pun dianggap sebagai peristiwa bersejarah, bahkan mampu menyebabkan hilangnya beberapa nyawa. Kasus korupsi yang terbongkar dimulai dengan tuduhan korupsi yang dilakukan pemimpin rezim Orde Baru, lalu beberapa kasus korupsi pejabat lain. Hingga saat ini tindak korupsi yang ada di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat, bahkan cenderung bertambah. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis oleh pejabat Negara.
Kasus korupsi tampaknya sudah mendarah daging di kalangan masyarakat Indonesia, terutama yang menduduki posisi pejabat Negara. Baik dari pejabat kalangan bawah seperti camat, lurah sampai pejabat di kalangan atas baik anggota DPR, MPR dan bahkan para Menteri tidak terlepas dari kasus korupsi. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa pemerintahan Presiden SBY merupakan salah satu langkah maju bagi Indonesia dalam upaya memberantas korupsi. Meskipun cukup banyak membongkar kasus korupsi dan menangkap para koruptor, namun tetap saja masih banyak kasus-kasus korupsi yang lain. Bahkan mantan ketua KPK Antasari Azhar yang menjadi pemimpin di lembaga ini juga melakukan korupsi. Ini menunjukkan bagaimana bobroknya mental dan juga moral bangsa kita.
Untuk itu setiap orang perlu mempunyai moralitas yang baik agar tidak melakukan hal-hal yang buruk seperti korupsi. Koruptor yang biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu. Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan membahas jurnal tentang “Moralitas Koruptor”.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penulisan ini adalah:
1.    Mengapa korupsi bisa terjadi dan siapa yang harus bertanggung jawab?
2.    Bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu:
1.        Untuk mengetahui mengapa korupsi bisa terjadi dan megetahui siapa yang bertanggung jawab.
2.    Untuk mengetahui dampak negatif dari tindakan korupsi pada suat kegiatan bisnis.










BAB II
LANDASAN TEORI





2.1    Pengertian Moral
Moral adalah kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau “tidak bermoral”. Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan, prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

2.2 Pengertian Moralitas 



Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain, akhlak budi pekerti dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya.
Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
1.  Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat.
2. Menurut W.Poespoprojo (1998: 18) Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
3.   Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun. Sementara dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.

2.3 Moralitas Obyektif


Moralitas obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai  kebaikan bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk berakal budi. Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma, dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya, manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi.
       Pelanggaran terhadap moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai sanksi dan hukum yang berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika secara obyektif dia terbukti melakukan korupsi.

2.4 Moralitas Subyektif




     Moralitas subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati sanubari manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia mempunyai dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan, dan ini harus ditaati. Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK, melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas.
     Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang dijatuhkan nurani manusia!


2.5    Pengertian Korupsi         



 Korupsi berasal dari kata Corruption yang berarti kerusakan. Menurut Kamus Istilah Hukum Latin Indonesia Corruption berarti penyogokan. Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi juga dapat diartikan sebagai suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan­-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi merupaka tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu :
  • Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan. 
  • Penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan. 
  •  Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
  • Rendahnya  pendapatan penyelenggara Negara.  Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 
  • Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. 
  • Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah. 
  • Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. 
  • Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila sering terjadi.  Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi. 
  • Gagalnya pendidikan agama dan etika. Agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri.  Sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya.  Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk.
2.6 Dampak Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis

Dengan adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan  seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.

Hal ini terjadi karena buruknya mental dan minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan inefisiensi waktu.



2.7  Pihak yang Harus Bertanggung Jawab
Yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1.    Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.    Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.    Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.    Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5.    Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Namun memberantas korupsi bukan hanya kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tapi merupakan tanggung jawab pemerintah dan seluruh elemen bangsa itu sendiri. Peran kita sebagai harapan bangsa selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok orang tertentu. Membangun kesadaran mengenai upaya pemberantasan korupsi juga harus dilakukan sejak dini. Penanaman nilai harus dilakukan kepada generasi muda yang notabene merupakan calon penerus jalannya republik ditahun-tahun mendatang.


2.8 Upaya Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  
Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran.
Di samping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).







BAB III
METODE PENELITIAN


3.1    Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), dimana penulis melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini melalui referensi yang terdapat dari internet, buku-buku dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.








BAB IV
PEMBAHASAN


4.1 Pembahasan
Adapun pada penulisan ini penulis mengambil contoh kasus: Dugaan Suap yang Menjerat Mantan Menteri Menakertrans, Muhaimin Iskandar:

Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 25 Agustus 2011 telah menangkap dua pejabat Kemenakertrans dan seorang pengusaha. Dalam penangkapan, salah satu tersangka I Nyoman Suisnaya, Sekretaris Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Transmigrasi, ternyata menyimpan uang senilai Rp 1,5 miliar di kantornya.

Komisi antikorupsi menduga uang itu  merupakan pelicin untuk memuluskan tender dalam proyek pembangunan infrastruktur  kawasan transmigrasi di 19 kabupaten/kota. Belakangan uang tersebut disebut  untuk tunjangan hari raya. Anggaran proyek ini dianggarkan Rp 500 miliar yang  diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011.

Kasus suap pejabat Kementerian Transmigrasi ini diduga melibatkan Menteri Muhaimin Iskandar dan Badan Anggaran DPR. Para tersangka menyebut bahwa uang suap itu akan diberikan kepada Menteri Muhaimin. Disebut juga keterlibatan para staf khusus Muhaimin maupun orang dekat wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung. Muhaimin dan Tamsil telah membantah terlibat di kasus ini. Bahkan keduanya siap diperiksa oleh KPK. 

Muhaimin Iskandar menyatakan siap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus proyek pembangunan infrastruktur kawasan transmigrasi. Disebut-sebut turut terlibat dalam kasus  proyek senilai Rp 500 miliar yang telah menetapkan dua pejabat Kementerian  Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin kembali menampiknya. Menurut Cak Imin namanya sebagai menteri telah dicatut.

Untuk memberikan penjelasan duduk  perkara, dia menyatakan siap diperiksa komisi antikorupsi. Muhaimin memaparkan, program percepatan  pembangunan infrastruktur daerah (PPID) ini bukan kewenangan Kementerian Tenaga  Kerja dan Transmigrasi. Kuasa pengguna anggaran dan pelaksana anggaran adalah  pemerintah daerah.  “Anggaran ini sama sekali belum  dilaksanakan, baru akan dilakukan sosialisasi tanggal 13 nanti. Itu pun yang  melaksanakan bukan Kemenakertrans, tapi Kemenkeu,” papar sang menteri.

Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) yang diajukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pagu APBN-Perubahan 2011 dan disetujui Badan Anggaran DPR ternyata tidak dikomunikasikan dengan Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Komisi ini merasa “dilangkahi” oleh Kemenakertrans dan Badan Anggaran dalam pembahasan dana sebesar Rp 500 miliar tersebut. “Ini benar-benar melanggar (aturan), karena tidak sesuai dengan UU MD3. Jelas, Badan Anggaran (seharusnya) hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan Komisi,” kata Mamat Rahayu Abdullah, anggota Fraksi Partai Golkar dalam rapat kerja dengan Menakertrans Muhaimin Iskandar di ruang rapat Komisi IX DPR, Kamis, 8 September 2011. Komisi Pemberantasan Korupsi menyita beberapa dokumen dan barang elektronik di Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di kawasan Kalibata, Kamis 8 September 2011. “Dokumen itu untuk mencari bukti dari penyidikan KPK,” kata Kepala Bagian KPK Priharsa Nugraha.

Penggeledahan ini dilakukan untuk  mencari bukti kasus suap sebesar Rp 1,5 miliar terhadap dua pejabat Kementerian,  I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan dari seorang wakil kuasa PT Alam Jaya  Papua, Dharnawati. Uang ini diduga ada kaitannya dengan proyek pembangunan  infrastruktur kawasan transmigrasi di 19 kabupaten pada APBN-Perubahan 2011.  Ketiganya dicokok KPK pada 25 Agustus lalu.

Cakm Imin begitu panggilan akkrabnya mengenal Ali dan Fauzi meski sebatas tim asistensinya yang bersifat adhoc. Ali Mudhori mantan anggota DPR dan Fauzi adalah staf sekretariat di Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut keduanya.

Menakertrans menjelaskan, dengan posisi keduanya sekarang, Ali Mudhori dan Fauzi tidak berwenang dalam program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi Tahun 2011 di Kemenakertrans senilai Rp500 miliar. Dia membantah ada aliran uang yang masuk ke kantung pribadinya. Anggaran PPID sebesar Rp500 miliar itu merupakan kewenangan nomenklatur Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana penyesuaian daerah.“DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran)- nya juga menggunakan DIPA daerah, bukan Kemenakertrans,” ungkapnya. Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning mengungkapkan pernah mendengar salah satu staf ahli Menakertrans yang mempunyai pengaruh kuat dalam pembahasan anggaran. “Ada stafnya yang bisa melobi badan anggaran DPR. Kalau benar, itu sangat melanggar undang-undang,” ungkapnya.

Muhaimin mengatakan: “khusus untuk Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) sebesar Rp 500  miliar dalam APBN-Perubahan tahun 2011,  administrasinya memang sangat cepat, sehingga kementeriannya tak sempat memberikan surat  tembusan ke Komisi Ketenagakerjaan. “Kami lalai, mohon kami dimaklumi dan dimaafkan. Ini pengalaman pertama menerima alokasi dana di daerah yang berbasis transmigrasi, sehingga tak sempat memberi surat-surat administrasi kepada Komisi IX (Ketenagakerjaan),” kata Muhaimin. “Kami akan membenahi apabila anggaran ini
mendapatkan perhatian di daerah transmigrasi.”

Muhaimin memastikan tak akan ada lagi  kasus-kasus yang mengatasnamakan kementeriannya untuk kepentingan segelintir  oknum seperti yang terjadi saat ini. “Saya akan bertanggung jawab dalam konteks  semua, saya mohon maaf kalau ada anak buah yang memanfaatkan informasi. Saya tidak tanggung-tanggung akan membersihkan siapapun yang terlibat dalam kasus  ini,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ini.

Soal pengaturan staf, Muhaimin menjelaskan sejak 2010 di kementeriannya tidak boleh lagi ada staf yang  mengatasnamakan menteri dalam penyusunan program-program kerja. Sejak itu,  Muhaimin menjamin keberadaan staf-staf ahli di kementeriannya sudah jelas. “Apakah dua orang (pejabat Kemenakertrans) itu ditarik-tarik saja, atau  ditarik-tarik dan tertarik, silakan KPK telusuri. Kalau terkait saya, silakan  ditindak hukum secara adil,” ujar dia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para menteri yang tersandung kasus hukum memberikan klarifikasi kepada publik. Hal ini juga berlaku bagi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, yang diduga terlibat kasus dugaan suap  senilai Rp 1,5 miliar dalam Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi. Julian mengatakan, Presiden telah mengutarakan hal ini kepada Muhaimin, pada Selasa (6/9/2011) kemarin seusai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden.  Terkait menteri-menteri yang tersangkut kasus ini, hal ini akan menjadi salah satu poin evaluasi kementerian yang dilakukan Presiden secara berkala.




 



BAB V
PENUTUP


5.1    Kesimpulan




Dari contoh kasus di atas menunjukkan bagaimana lemahnya atau buruknya moral bangsa ini. Bahkan seorang mantan menteri yang harusnya bertugas membantu presiden untuk mensejahterakan rakyat, justru terlibat dalam kasus korupsi bersama staf-staf nya. Ini semakin membuktikan bahwa kalangan pejabat negara baik yang di atas maupun yang di bawah tidak pernah terlepas dari kasus korupsi. Semakin tingi jabatan maka semakin tingi pula godaan. Untuk itu pendidikan moral harus ditanamkan sejak usia dini, agar tidak membuat kita melakukan perbuatan yang tidak bermoral seperti korupsi dan adanya pengawasan serta hukuman yang tegas bagi para koruptor.

5.2    Saran



Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil. Selain itu hukuman yang diberikan kepada koruptor harus tegas agar memberikan efek jera. Seperti diasingkan ke tahanan di sebuah pulau terpencil khusus para koruptor, member hukuman penjara yang tidak sebentar dan memiskinkan para koruptor tersebut, karena para koruptor adalah musuh bangsa yang sesungguhnya.